Sudah
berkali-kali ku mendengar pujian yang keluar dari bibir sahabatku tentang
betapa menyenangkannya ruang lingkup kerja di perusahaannya. Dia berkata bahwa
rekan-rekan kerjanya sangat banyak dan itu membuatnya senang dengan adanya
koneksi yang sewaktu-waktu bisa membantunya disaat ia mendapatkan masalah. Tapi
hari ini dia datang ke rumahku dan menceritakan betapa menyebalkannya rekan
kerja yang ia punya di kantornya sungguh berbanding terbalik dengan apa yang ia
ucapkan padaku sebelum kejadian ini.
“Kau tahu
rekan kerjaku yang aku pikir baik itu ternyata diam-diam berusaha mengambil
hati calon nasabahku dengan memberikan penawaran yang tak masuk di akal,” Ia
menggeram ketika menceritakan masalahnya padaku.
“Lalu
dimana letak masalahnya?”Aku melihat ke arahnya yang sedang menghibur dirinya
sendiri dengan mengecat kukunya. “Kamu bisa aja kan merebutnya kembali? Kenapa
harus mengeluh padaku?”.
“Ayolah
Mil, kamu gak kasihan sama sahabatmu ini,” Dia mencebikkan bibirnya tanda ia
kesal dengan jawaban yang aku berikan.
Aku sungguh
jengah dengan cerita ruang lingkup kerja sahabatku ini, ada saatnya dia memuja
tempat ia kerja dan ada saatnya dia mengumpati kantornya. Biasanya ketika ia
berada di mood yang mengumpat kantornya, dia pasti akan memuji ruang lingkup
kantorku yang lebih bersahabat daripada kantornya. Sungguh berbanding terbalik
jika ia sedang dalam keadaan memuja kantornya, dia sering kali mengatakan kalau
tempatku bekerja sungguh membosankan karena aku tak bisa mendapatkan banyak
koneksi dari orang luar.
“Ah
Mil...aku iri sama kamu dan teman-teman kantormu sungguh.” Baru aku ceritakan
bagaimana kebiasaannya saat sedang mengumpati kantornya dan ternyata benar
cepat atau lambat dia akan berkata seperti itu.
“Yeah
katakan itu pada seseorang dua minggu lalu yang bilang kalau kantorku
membosankan,” ucapku sarkastis.
“Really?
Kamu masih sakit hati sama perkataanku dua minggu yang lalu? God, aku becanda
kenapa malah baper sih,” Dia membereskan peralatan perawatan kukunya ke atas
meja setelah ia meyakinkan dirinya bahwa kukunya telah menjadi indah.
“Dengar ya,
Ibu Reza yang terhormat aku bukan baper dengan perkataanmu soal lingkup kerjaku
tapi tolong kita punya pribadi yang berbeda dan---” Aku mengehela nafas pelan
dan melanjutkan perkataanku, “---jangan pernah membanding-bandingkan tempat
kerja kita, Kamu dengan semua koneksimu dan aku dengan keluargaku. Ingat satu
ini di benakmu walaupun kantormu penuh dengan orang-orang hebat, mereka hanya
segelintir orang yang selalu memasang topeng malaikat di balik topeng iblis
yang suatu saat bisa saling menjatuhkan satu sama lain.”
Aku yang
sedari tadi duduk di samping Reza hanya melihat bagaimana perubahan ekspresinya
yang bahagia setelah kegiatan menicurenya kini memasang ekspresi menahan amarah
yang terlihat dari kepalan tangannya. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka
membuat orang kesal terlebih lagi ini sahabatku. Tapi sungguh batas kesabaranku
sudah habis menghadapi perilakunya dan saat inilah emosiku yang aku tahan
selama ini meledak.
Merasa
prihatin dengan permasalahan Reza, ku arahkan tanganku untuk mengusap
punggungnya untuk menenangkan emosinya dan berkata, “Dengar ya Rez, aku bilang
ini sekali dan kuharap kamu paham perkataanku.”
Reza merasa
dirinya sudah tenang dan mulai mendengarkan perkataanku selanjutnya.
“Kamu sama
Aku adalah dua pribadi yang berbeda,” Reza menganggukkan kepalanya membenarkan
perkataanku. “Kamu orang yang selalu senang berkumpul dengan orang-orang baru
yang jumlahnya tak bisa dibilang sedikit. Sedangkan aku adalah orang yang
paling susah jika harus bertemu dan beradaptasi dengan orang asing atau bisa
dibilang kalau aku orang yang pemilih.” Untuk kedua kalinya Reza membenarkan
perkataanku.
“Intinya
adalah kamu memilih jalan untuk terbang bebas di alam liar yang selalu
menghadapi masalah yang tak bisa dibilang sepele, sedangkan aku memilih jalanku
yang berada di alam yang tenang seperti sebuah perpustakaan sekalipun ada
masalah aku masih bisa mengatasinya. Paham kan maksudku?” Reza mengangguk dan
bilang jika ia paham betul soal itu.
“Jadi jika
kamu butuh tempat yang tenang untuk berkeluh kesah, aku siap buat dengar itu
dengan baik dan jika aku bisa aku akan berikan solusinya,” Aku tersenyum saat
melihat Reza mengangkat ibu jarinya ke arahku.
“Iya kamu
benar Mil, maaf selalu membanding-bandingkannya saat moodku memburuk.” Reza
menundukkan kepalanya dan aku terkekeh melihatnya
Itulah
gunanya kita berbeda kepribadian sahabatku disaat aku bosan, kamu datang dan
menawarkan hiburan yang bisa kita nikmatin bersama. Di saat kamu merasa jenuh
dengan kehidupanmu yang terlalu ramai, aku datang membawamu ketempat yang
membuatmu tenang dan sepertinya aku tak salah memilihmu sebagai sahabat karena
kita saling melengkapi.
-END-
1 komentar:
wah tulisannya bagus kak :D
Posting Komentar