Pages

Minggu, 13 Agustus 2017

Soc. Butterfly dan Introvert

Sudah berkali-kali ku mendengar pujian yang keluar dari bibir sahabatku tentang betapa menyenangkannya ruang lingkup kerja di perusahaannya. Dia berkata bahwa rekan-rekan kerjanya sangat banyak dan itu membuatnya senang dengan adanya koneksi yang sewaktu-waktu bisa membantunya disaat ia mendapatkan masalah. Tapi hari ini dia datang ke rumahku dan menceritakan betapa menyebalkannya rekan kerja yang ia punya di kantornya sungguh berbanding terbalik dengan apa yang ia ucapkan padaku sebelum kejadian ini.

“Kau tahu rekan kerjaku yang aku pikir baik itu ternyata diam-diam berusaha mengambil hati calon nasabahku dengan memberikan penawaran yang tak masuk di akal,” Ia menggeram ketika menceritakan masalahnya padaku.

“Lalu dimana letak masalahnya?”Aku melihat ke arahnya yang sedang menghibur dirinya sendiri dengan mengecat kukunya. “Kamu bisa aja kan merebutnya kembali? Kenapa harus mengeluh padaku?”.


“Ayolah Mil, kamu gak kasihan sama sahabatmu ini,” Dia mencebikkan bibirnya tanda ia kesal dengan jawaban yang aku berikan.

Aku sungguh jengah dengan cerita ruang lingkup kerja sahabatku ini, ada saatnya dia memuja tempat ia kerja dan ada saatnya dia mengumpati kantornya. Biasanya ketika ia berada di mood yang mengumpat kantornya, dia pasti akan memuji ruang lingkup kantorku yang lebih bersahabat daripada kantornya. Sungguh berbanding terbalik jika ia sedang dalam keadaan memuja kantornya, dia sering kali mengatakan kalau tempatku bekerja sungguh membosankan karena aku tak bisa mendapatkan banyak koneksi dari orang luar.

“Ah Mil...aku iri sama kamu dan teman-teman kantormu sungguh.” Baru aku ceritakan bagaimana kebiasaannya saat sedang mengumpati kantornya dan ternyata benar cepat atau lambat dia akan berkata seperti itu.

“Yeah katakan itu pada seseorang dua minggu lalu yang bilang kalau kantorku membosankan,”  ucapku sarkastis.

“Really? Kamu masih sakit hati sama perkataanku dua minggu yang lalu? God, aku becanda kenapa malah baper sih,” Dia membereskan peralatan perawatan kukunya ke atas meja setelah ia meyakinkan dirinya bahwa kukunya telah menjadi indah.

“Dengar ya, Ibu Reza yang terhormat aku bukan baper dengan perkataanmu soal lingkup kerjaku tapi tolong kita punya pribadi yang berbeda dan---” Aku mengehela nafas pelan dan melanjutkan perkataanku, “---jangan pernah membanding-bandingkan tempat kerja kita, Kamu dengan semua koneksimu dan aku dengan keluargaku. Ingat satu ini di benakmu walaupun kantormu penuh dengan orang-orang hebat, mereka hanya segelintir orang yang selalu memasang topeng malaikat di balik topeng iblis yang suatu saat bisa saling menjatuhkan satu sama lain.”

Aku yang sedari tadi duduk di samping Reza hanya melihat bagaimana perubahan ekspresinya yang bahagia setelah kegiatan menicurenya kini memasang ekspresi menahan amarah yang terlihat dari kepalan tangannya. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka membuat orang kesal terlebih lagi ini sahabatku. Tapi sungguh batas kesabaranku sudah habis menghadapi perilakunya dan saat inilah emosiku yang aku tahan selama ini meledak.

Merasa prihatin dengan permasalahan Reza, ku arahkan tanganku untuk mengusap punggungnya untuk menenangkan emosinya dan berkata, “Dengar ya Rez, aku bilang ini sekali dan kuharap kamu paham perkataanku.”

Reza merasa dirinya sudah tenang dan mulai mendengarkan perkataanku selanjutnya.

“Kamu sama Aku adalah dua pribadi yang berbeda,” Reza menganggukkan kepalanya membenarkan perkataanku. “Kamu orang yang selalu senang berkumpul dengan orang-orang baru yang jumlahnya tak bisa dibilang sedikit. Sedangkan aku adalah orang yang paling susah jika harus bertemu dan beradaptasi dengan orang asing atau bisa dibilang kalau aku orang yang pemilih.” Untuk kedua kalinya Reza membenarkan perkataanku.

“Intinya adalah kamu memilih jalan untuk terbang bebas di alam liar yang selalu menghadapi masalah yang tak bisa dibilang sepele, sedangkan aku memilih jalanku yang berada di alam yang tenang seperti sebuah perpustakaan sekalipun ada masalah aku masih bisa mengatasinya. Paham kan maksudku?” Reza mengangguk dan bilang jika ia paham betul soal itu.

“Jadi jika kamu butuh tempat yang tenang untuk berkeluh kesah, aku siap buat dengar itu dengan baik dan jika aku bisa aku akan berikan solusinya,” Aku tersenyum saat melihat Reza mengangkat ibu jarinya ke arahku.

“Iya kamu benar Mil, maaf selalu membanding-bandingkannya saat moodku memburuk.” Reza menundukkan kepalanya dan aku terkekeh melihatnya


Itulah gunanya kita berbeda kepribadian sahabatku disaat aku bosan, kamu datang dan menawarkan hiburan yang bisa kita nikmatin bersama. Di saat kamu merasa jenuh dengan kehidupanmu yang terlalu ramai, aku datang membawamu ketempat yang membuatmu tenang dan sepertinya aku tak salah memilihmu sebagai sahabat karena kita saling melengkapi.

-END-

1 komentar:

ublik mengatakan...

wah tulisannya bagus kak :D

Posting Komentar