Pages

Minggu, 13 Agustus 2017

Soc. Butterfly dan Introvert

Sudah berkali-kali ku mendengar pujian yang keluar dari bibir sahabatku tentang betapa menyenangkannya ruang lingkup kerja di perusahaannya. Dia berkata bahwa rekan-rekan kerjanya sangat banyak dan itu membuatnya senang dengan adanya koneksi yang sewaktu-waktu bisa membantunya disaat ia mendapatkan masalah. Tapi hari ini dia datang ke rumahku dan menceritakan betapa menyebalkannya rekan kerja yang ia punya di kantornya sungguh berbanding terbalik dengan apa yang ia ucapkan padaku sebelum kejadian ini.

“Kau tahu rekan kerjaku yang aku pikir baik itu ternyata diam-diam berusaha mengambil hati calon nasabahku dengan memberikan penawaran yang tak masuk di akal,” Ia menggeram ketika menceritakan masalahnya padaku.

“Lalu dimana letak masalahnya?”Aku melihat ke arahnya yang sedang menghibur dirinya sendiri dengan mengecat kukunya. “Kamu bisa aja kan merebutnya kembali? Kenapa harus mengeluh padaku?”.

Sabtu, 12 Agustus 2017

Dream??

“Oh-, dimana ini?”

Kulihat di sekitarku jalanan yang basah, pohon yang berkelap-kelip karena lampu yang terikat, gedung bertingkat, orang asing, dan apaan itu di depanku. Apa itu bianglala? Tunggu sebentar, kok aku bisa disini bukannya aku tadi di kamar, memandang langit-langit kamarku lalu kenapa bisa berada di sini sekarang.

Tak ingin terlarut dalam  rasa bingung, kulangkahkan kaki menuju bianglala yang berada tepat di jalanan lurus di depanku. Hanya dibutuhkan waktu sebentar aku sudah tepat berada di pintu masuk wahana bianglala tapi aku semakin dibuat bingung dan penasaran. Aku memutuskan untuk melihat sekitar untuk menemukan petunjuk dimana aku berada sekarang, pandanganku terhenti pada sebuah spanduk yang terletak di atas loket masuk wahana bianglala yang bertuliskan Welcome to London Festival.

“APA? LONDON!”
***

Kebodohan Cinta

Langkah kaki yang terkesan terburu-buru di sepanjang koridor kampus membuat beberapa orang di sekitar mengumpat ke arah orang tersebut. Wanita yang sedang berlari terburu-buru tersebut berulang kali mengucapkan kata maaf pada orang lain yang menjadi korban ketergesaannya. Demi apapun beberapa menit yang lalu ada pesan masuk yang berasal dari sahabatnya yang mengatakan orang yang menyukainya mencoba melakukan hal bodoh di dekat danau kampus.

“Dasar bodoh!” si wanita tersebut mengumpat entah kepada siapa, masih dengan kegiatannya berlari secepat mungkin ke arah danau.

Langkah wanita tersebut hanya beberapa langkah lagi untuk sampai tepat pada seseorang yang sedang membelakanginya. Itu dia sosok yang dibilang oleh sahabatnya akan berbuat hal yang bodoh. 

Lelaki dengan tinggi 180 cm sedang berada di atas pijakan jembatan dengan tangan yang mencengkram erat pinggiran jembatan.

“Selamat tinggal semuanya,” ucap si lelaki dan menapakkan kakinya lebih ke atas agar sampai diatas pijakan teratas jembatan tersebut.
Bermodalkan napasnya yang masih tersisa si wanita berteriak untuk menghentikan aksi selanjutnya dari laki-laki, “APA KAU BODOH, HAH !”

Jumat, 11 Agustus 2017

Realita bukan Mencari Rating

Ruangan kantor yang luas dan sibuk di pagi hari merupakan aktivitasku setiap harinya terlebih lagi hari ini aku ditugaskan untuk menuju lokasi tempat syuting untuk meliput acara realita di perkampungan padat penduduk dari kalangan bawah. Aku merasa bahwa tugas pertamaku ini akan mengiris hati ketika aku secara langsung bisa melihat kegiatan mereka sehari-hari. Ya ini tugas pertamaku dalam meliput acara realita yang berurusan dengan orang pinggiran, sebelumnya aku ditugaskan untuk meliput acara kuliner, kata atasan sih biar aku bisa mempunyai pengalaman baru dibidang jurnalis.

“—tu, hei hei kamu denger omonganku tadi tidak?” Rekan kerjaku berkata seraya melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajahku.

Sial, karena keasyikan ngelamun dan membayangkan tugas pertamaku jadinya gak sadar kalau rekan kerjaku sedari tadi bicara denganku.

“O-oh hai Ted, kamu tadi ngomong apaan?” ucapku sambil menggaruk tengkukku

Teddy memutar bola matanya malas ketika mendapatkan pertanyaan itu dan berkata, “Geez, sebenarnya ngelamunin apaan sih kamu May?”

“Bukan apa-apa, oya bukannya kita harus berangkat sekarang ke tempat liputan? Yuk keburu kesiangan,” ucapku seraya melirik jam tangan dan bergegas membereskan barang-barangnya di meja.

“Ampun dah untung cewek,” ucap Teddy sambil membawa peralatan untuk meliputnya dan bergegas mengikuti Maya yang sudah mendahuluinya lima menit yang lalu.

Kamis, 10 Agustus 2017

Manekin Penuh Makna

“Selamat Pagi,” sapa seorang pegawaiku.

“Selamat pagi juga semua,” sapaku pada seluruh karyawan di butikku.

Setelah menyapa seluruh karyawan di toko kakiku pun melangkah ke kantor pribadiku yang terletak di lantai 2. Kududukan diriku di kursi yang ada meja kerja seperti hari-hari biasa dan mulai berkutat dengan rancangan gaun pernikahan pesanan pelanggan. Tak berselang lama ada seseorang yang mengetuk pintu ruanganku.
“Masuk!” seruku pada seseorang tersebut.

“Jadi  re...gimana pesanan gaun pengantin klien mu? Sudah jadi?”

Setelah mendapatkan pertanyaan dari asisten sekaligus sahabatku yang bernama Vina ini kualihkan fokusku untuk menatap mukanya.

“Menurutmu?” tanyaku sambil terkekeh

Dia membalas tatapanku dengan memutar bola matanya malas.

“Haha tampangmu jelek kalau seperti itu, sini aku perlihatkan gaun pengantin itu,”. Ucapku sambil berjalan menuju manekin di sudut ruanganku. “Ini gaunnya menurutmu gimana, vin?”


“Bagus sih cuman---” pandangannya berpindah dari gaun menuju ke arah manekin tempat gaun tersebut dipakaikan. “---kenapa harus di manekin itu? Lihat deh ekspresinya gak cocok dengan gaun indahmu itu,” sambungnya.

“Ck, kamu selalu berkomentar seperti itu pada setiap gaun pengantin yang aku selesaikan dan aku pasang di manekin ini. Sebenarnya ada makna kenapa aku memakaikannya di manekin itu”